Monday, December 20, 2010

Fiksi (1)

Anggara namanya. Lahir 32 tahun silam dengan banyak kesempurnaan dalam tubuhnya. Memang untuk ukuran laki-laki, fisiknya tidaklah terlalu tinggi, cukuplah. Singkatnya Anggara adalah laki-laki yang sempurna dengan segala yang dimilikinya. Pintar, tampan, piawai mengolah kata menjadi begitu indahnya dalam puisi dan baik hati. Inilah bekalnya untuk menggaet banyak perempuan, karena seperti laki-laki kebanyakan, Anggarapun tak bisa sedikitpun memisahkan hidupnya dari perempuan cantik. Namun justru disinilah kesialan Anggara justru bermula. Kesenangan untuk memperoleh puja dan puji dari perempuan menjadikannya laki-laki yang gampang menaruh benihnya pada setiap keranjang perempuan yang membuka baginya.

Meski hari-hari Anggara diisi oleh seorang perempuan, namun rupanya tak kunjung meredam nafsu kejantanannya untuk tetap dielu-elukan para perempuan. Berkali-kali ia jatuh hati pada para perempuan di sekitarnya. Tercatat 3 kali ia mengaku telah menyelingkuhi pasangannya. Selingkuh mata saja ia katakan. Dan mereka, Anggara juga pasangannya, tetap melanjutkan hidup mereka.

Hidup pun terus berlanjut. Anggara semakin tumbuh dewasa dan semakin sukses dengan segala yang telah diraihnya. Kendaraan pribadi, tempat tinggal yang nyaman (meski belum memilikinya sendiri) lengkap dengan segala perabotannya yang ada serta tak ketinggalan gadget terbaru sudah berhasil ia raih. Tentu bukan hal yang mudah untuk itu. Kehidupan Anggara memang tidak pernah mudah. Namun ia selalu mampu melewati semua rintangan karena perempuan di sampingnya. Kalau ada orang yang mengatakan di balik seorang pria hebat ada perempuan hebat, gambaran itulah yang tepat bagi Anggara. Berkali-kali Anggara jatuh, terperosok dan hingga berdarah. Namun ia bisa selalu bangkit lagi karena selalu ada tangan perempuan itu menggapainya.

Namun sekarang, roda sudah berputar. Anggara yang dulu ingusan berubah menjadi seorang pria tampan dan mapan. Dan baginya semua ada di tangan. Banyak bunga yang datang merayunya. Banyak bunga yang datang untuk mengejar sang kumbang. Anggarapun tergoda. Dilepasnyalah perempuan yang selalu mendampinginya. Baginya perempuan itu hanya sebuah kisah usang. Baginya, perempuan itu tak menarik lagi dibandingkan bunga yang menawarkan madunya. Bunga yang rela melepaskan apapun demi meraih kumbang. Anggara melepaskan perempuannya karena ia menganggap sang perempuan hanya mementingkan dirinya sendiri, saat perempuannya memutuskan untuk melihat dunia luar. Dunia luar yang akan mampu membantunya membangun hidup baru yang lebih baik bersama Anggara. Anggara melepas perempuannya karena ia tak tahan sendirian. Karena ia tak tahan hanya tidur ditemani bantal, guling, kasur dan seprei yang diperolehnya saat bersama sang perempuan. Anggara bahkan tak mau tahu apa yang dirasa perempuannya itu saat ia membawa bunga lain tidur di kasur yang sama dengan yang biasa mereka tiduri.


Di hari ulang tahun Anggara, ia mendapatkan hadiah yang tak ia duga. Perempuan yang dulu setia menemaninya memberikan doa yang tulus untuknya. Doa yang bahkan tidak pernah ia balas berikan bagi perempuan itu. Dan iapun teringat bagaimana hari-hari mereka dulu. Tak pernah sekalipun jua ia dapati perempuannya itu menguasai dirinya. Tak pernah sekalipun jua ia merasa kebebasannya dikekang. Justru acapkali ia merasa dirinyalah yang mengekang sang perempuan. "Mungkin karena aku tak begitu mencintai bunga ini hingga aku tak mampu lagi menjadi laki-laki yang kuat". Dan Anggarapun merindukan perbincangan hangat dan panjang yang penuh dengan inspirasi banginya yang kerap ia lakukan bersama perempuan lamanya. Anggara tahu pasti bunganya itu seorang pecemburu. Buta malah. Namun iapun seolah menjadi buta ketika ia kemudian memutuskan tali silaturahminya pada banyak teman, saudara dan terutama perempuan lamanya. Perempuan yang selalu setia menemani hari-hatrinya. Perempuan yang selalu mengerti apa yang terjadi padanya. Perempuan yang tak pernah meminta apapun darinya, hanya kasih sayang dan pengertian. Perempuan yang rela meregang nayawa demi melepas buah hati mereka.

Kisah Anggara membuat saya bertanya, mengapa kita tak bisa menghargai apa yang kita miliki saat ini? Mengapa mudahnya bagi kita untuk jatuh dalam perangkap bujuk rayu manis penuh racun? Apa yang salah dengan melihat dunia luar? bukankah perempuan itu berjanji untuk kembali? Apa yang salah dengan nalar Anggara hingga ia pun tega melepaskan tali silaturahmi pada banyak hal di dekatnya? Hal yang membesarkan ia, hal yang justru paling mengerti dan menerima ia apa adanya?

Dunia memang aneh. Benar mungkin pelajaran zaman kuliah dulu "Tak ada Musuh dan perkawanan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi". Bagi dunia Anggara, kepentingannya sudah terpenuhi dan itu membuatnya dengan mudah meninggalkan perempuannya dan mengalihkan pandangannya pada bunga yang lain.

No comments: