Monday, April 15, 2013

Melawan Lupa

"Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa...."

Potongan lirik lagu odong-odong yang rajin saya nyanyikan buat nidurin Tian. Entah mungkin suara saya yang terlalu enak didengar atau karena Tian malas mendengar ambunya melolong, biasanya sih otomatis kepala Tian direbahkannya ke pundak saya dan ia langsung tertidur kalau saya sudah samapai di lagu itu (yang biasanya sudah lagu ke 77 dinyanyikan buat menina bobokan Tian hehehe)

Entahlah kenapa lagu itu selalu ada di alunan tidurnya Tian. Mungkin karena nadanya yang enak buat boo atau mungkin karena liriknya yang dalammm sekali. Entahlah. Yang saya tahu setiap kali saya menyanyikan itu selalu rasa itu yang muncul. Dan sesudahnya bisa ditebak, mata sayapun berkaca-kaca.

Lagu itu mengingatkan saya pada sosok mamah. Perempuan yang sudah mengandung dan melahirkan saya juga membesarkan saya di dunia ini.

Eitsss tenang, mamah masih hidup kok. Setidaknya setiap sebulan sekali saya pulang ke Bandung, saya bisa melihat sosok beliau. Tapi ya cuman samapai disitu saja. Cuman fisiknya saja yang saya bisa lihat dan raba. Lainnya? Saya tak tahu keman perginya.

Oke, sebelum hadirot sekalian bingung saya harus samapaikan kalau mamah saya saat ini tengah sakit. Para ahli menyebutnya sebagai dimentia atau pikun dini.

Demensia (bahasa Inggris: dementia, senility) merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan penurunan fungsional yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak.[1] Demensia bukan berupa penyakit dan bukanlah sindrom.
Pikun merupakan gejala umum demensia, walaupun pikun itu sendiri belum berarti indikasi terjadinya demensia. Orang-orang yang menderita demensia sering tidak dapat berpikir dengan baik dan berakibat tidak dapat beraktivitas dengan baik. Oleh sebab itu mereka lambat laun kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan dan perlahan menjadi emosional, sering hal tersebut menjadi tidak terkendali.
Banyak penyakit/sindrom menyebabkan demensia, seperti stroke, Alzheimer, penyakit Creutzfeldt-Jakob, Huntington, Parkinson, AIDS, dan lain-lain. Demesia juga dapat diinduksi oleh defisiensi niasin.[2]
Demensia pada Alzheimer dikategorikan sebagai simtoma degeneratif otak yang progresif. Mengingat beban yang ditimbulkan penyakit ini, masyarakat perlu mewaspadai gangguan perilaku dan psikologik penderita demensia Alzheimer.[3

Nah itu kira-kira pegertian dimensia menurut situs wikipedia.

Dan itulah pula yang sekarang tengah dialami mamah. Secara fisik tampilannya adalah seorang perempuan usia 62 tahun. Namun, segala tindak tanduknya tak lebih dari seorang anak usia 5 tahun. Inilah yang kemudian membuat saya selalu bingung kalau ditanya orang bagimana keadaan mamah. Beliau memang sehat secara fisik namun.....ya gitu deh.

Kami, terutama papah dan teteh harus ekstra hati-hati menjaga beliau. Tak heran kalau kemudian pintu rumah kami selalu terkunci. Ini terpaksa kami lakukan mengingat mamah pernah "nyelonong" pergi dari rumah dan pergi entah kemana. Karen penyakitnya itu, beliau tidak lagi bisa membedakan realita dan hayalannya.

Bukan hanya itu, mamah tak lagi mengingat anak-anaknya. Bahkan mungkin namanya. Ia hanya tahu dirinya adalah mamah. Itupun karena kami memanggilnya begitu. Pada teteh yang berada di rumah atau saya mamah selalu menganggap kami kakaknya bukan anaknya. Beliau tak mengingat pernah melahirkan kami.

Ahhh...saya kembali berkaca-kaca kalau mengisahkan ini.

Ini juga yang membuat saya selalu berkaca saat menina bobokan Tian dengan lagu andalan nomer 77 tadi.

Saya tak tahu apakah benar kasih ibu sepanjang masa karena itu tak saya rasakan lagi pada beliau yang Tuhan takdirkan sebagai ibu saya.

Sering banget saya merasa iri pada kawan-kawan yang berkisah tentang ibu mereka. Mereka bisa menceritakan kegalauan mereka tentang pasangan mereka, mual dan nyerinya saat hamil atau bahkan didampingi saat melahirkan. Beuhhhh....saya IRI!!! Sumpah.

Saya tak punya itu.

Kadang, saya juga merasa kasihan pada Tian. Ia tak mengenal eninnya seperti kakak sepupunya mengenal eninnya. Tian tidak tahu betapa eninnya itu dulu sangat pintar memasak. Saking pintarnya, kadang kawan-kawan saya menyengajakan mampir ke rumah hanya untuk mengintip apakah mamah masak empal gentong Cirebon yang jadi jagonnya. mamah juga rajin sekali mencoba beberapa penganan untuk dimasak dan dinikmati oleh kami para kurawa di rumah.

Ahhh...saya beberapa kali menahan air mata saat ibu kos yang rajin masak dan mengumpulkan alat-alat masak berbagi hasil masakannya pada saya dan mr rius. Hancur rasanya hati mengingat mamah dulu suka banget melakukan itu.

Saya juga kadang merasa kasihan pada mr rius. Ia mengenal mamah hanya sebentar. Ia belum juga pernah merasakan bagimana mamah selalu baik pada semua tamu dan selalu senang menyuruh tamu untuk makan (ini turunan dari nenek nih penyakit nyuruh tamu makan...ihhh ngabisin jatah aja!). Tapi ya, saya bersyukur, saat mamah mulai bertingkah "aneh", mr rius tetap mau menerima keadaan saya tanpa kemudian balik kanan bubar jalan karena takut pasangannya nanti mengalami hal yang sama.

Jujur, saya takut suatu hari nanti bakalan mengalami hal yang sama dengan yang beliau alami. Saya takut kalau suatu hari nanti saya tak mampu lagi mengingat segala hal indah dan buruk yang pernah terjadi di kehidupan saya. Saya takut kalau saya samapai lupa masa-masa abegeh saya bersama mr jerk.

Saya juga takut kalau saya tak mampu lagi mengingat masa indah saya bersama mr rius. Dannn yang paling saya takutkan adalah saya tak mampu mengingat masa 9 bulan kehamilan saya juga saat-saat saya melahirkan dan membesarkan Tian.

Itu sebabnya sekarang saya rajin menuliskan segala hal yang pernah saya alami dan saya rasakan. Ini adalah cara saya untuk menolak lupa. Menolak menjadikan diri saya mengalami hal yang sama seperti mamah.

Saya percaya Tuhan enggak tidur. Ia pasti memberikan semua ini pada keluarga kami dengan maksud yang baik. Saya yakin itu meski terkadang rasanya ingin teriak dan memintanya mengembalikan mamah pada kami.

Sungguh saya rindu masakannya, saya rindu celotehnya, saya juga rindu bertengkar dengannya kalau kami sudah punya pandangan yang berbeda. 

Saya tahu biar bagaimana beliau tetap mamah, perempuan yang punya segudang jasa pada saya.