Wednesday, November 27, 2013

dari pojok utan kayu

Tulisan ini sebetulnya sudah sejak lama saya buat. Paling tidak sih sudah saya persiapkan sejak saya memutuskan buat meluluskan diri dari sekolah di Utan Kayu. Tapi gak ngerti kenapa kalau kemudian saya enggak pernah bisa menyelesaikan tulisan ini. Mungkin moodnya yang tidak samapai atau mungkin juga waktunya belum tepat. Dan enggak tahu kenapa kalau kemudian hari ini saya merasa inilah masa yang paling tepat buat meneruskan tulisan ini. so, lets get started.

******


Hari ini entah kenapa saya merasa begitu merindukan kehidupan di masa sebelumnya. tahu sih kalau kita enggak boleh sering-sering nengok ke belakang. Ngerti juga sih kalau namanya spion itu hanya boleh dilirik sesekali. Tapi sungguh hari ini saya benar-benar cuman pengen melihat ke belakang. Pada pemandangan nan indah di suatu pojokan ibu kota yang bernama utan kayu.

rasa rindu ini mungkin karena saya sudah mulai jenuh berada di tengah masyarakat yang begitu "normal' di tengah keabnormalan saya. saya merasa jenuh pada masyarakat yang begitu "beragama" di tengah ke "atheis-an" saya.

kurang lebih 5 tahun saya masuk sekolah ini. banyak banget yang saya dapat. ilmu jurnalistik samapai ilmu kanuragan. serius loh. disini saya baru tahu kalau jadi penyiar radio harus juga bisa kayang xixixixixi. gak bisa kayang gak gaul namanya. itu karena jadi penyiar kita perlu tubuh yang luwes jikalau sesekali dibutuhkan buat menunduk atau malah kayang buat mebenahi kabel-kabel dan juga tombol-tombol audio. kerenkan?

bukan hanya belajar. tempat ini juga jadi tempat bermain. tempat bermain yang sangat menyenangkan.


mungkin karena merasa ini adalah tempat bermain, saya selalu bersemangat buat datang ke kantor meski harus pulang tengah malam di dua tahun pertama saya di sekolah ini. seperti halnya taman bermain anak-anak, maka ada banyak tawa dan canda didalamnya. eh taman bermain anak juga ada tangisnya loh. banyak anak yang jatuh dan berakhir berdarah kaki atau tangannya gara-gara terlalu rajin main. begitu juga taman bermain kami ini.

namun, diantara banyak hal yang saya dapat di pojokan ini, satu yang paling berkesan buat saya adalah pertemanan diantara kami. sebagai anak yang sekolahnya rajin berpindah, saya enggak pernah punya teman dekat. tapi disini lain.

mungkin karena kami penyiar yang hobi ngobrol jadilah segala hal kami obrolkan. segala hal kami ceritakan. mulai dari urusan makanan kesukaan sampai orientasi seksual. dari mulai isi meja makan samapai isi ranjang dan kamar. semua dikupas habis.

tidak ada satupun yang kemudian merasa sungkan buat berkisah.

tidak hanya itu. kami bisa bebas berkisah tanpa harus merasa di "diadili". baik diadili dengan pandangan sebelah mata ataupun diadili dengan ayat-ayat yang seringkali dipilih untuk memojokkan seseorang.

kami tak pernah peduli pada setiap kisah hidup masing2. itu adalah milik mereka. mereka bisa jadi apapun yang mereka inginkan tanpa harus kita usik pilihan hidupnya. itu satu hal yang paling saya suka dari pojokan saya.

kami, saya dan teman2 dekat, pernah juga jadi enemy of the state. ketika semua mata "atasan" menatap penuh dengki pada kami gara-gara tingkah seorang banci penakut yang hanya berani berlindung di ketiak bininya.

kami juga sama2 menghadapi amukan seorang teman saat dia "tinggi" dan mengamuk di sebuah RS swasta di jakarta tengah malam buta sehabis menikmati sajian musik di taman pojokan saya.

saya tahu, banyak orang menilai taman bermain saya ini adalah sekumpulan orang-orang yang "murtad". orang-orang tak beragama.

tapi sungguh, meskipun saya berada diantara para "penyembah pohon", saya justru menemukan cinta Tuhan di dalamnya.

Disini dan bersama teman-teman ini, saya justru mengerti betul arti Tuhan itu satu dan kita yang beda, saya juga belajar Tuhan itu maha penyayang dan betapa hebatnya Tuhan.

betapa tidak. saya melihat jelas toleransi antar kami disini. dannn....justru disinilah saya makin belajar untuk mencintai agama saya. tuhan saya. hidayah memang selalu datang darimana saja.

saya bertemu orang-orang hebat disini.

hebat bukan karena gelar yang mereka dapat. hebat bukan karena penghargaan yang sudah pernah mereka menangi (yah memang sekolah ini banyak mencetak juara di jurnalistik), mereka hebat kerana jiwa mereka dalam menaklukan hidup. menaklukan diri mereka meski sesekali mereka jatuh dan gagal. namun mereka tetap berdiri. dan itu adalah arti hebat sesungguhnya buat saya.

ada seorang kawan yang mampu mengeluarkan dirtinya dari rumah tangga yang penuh KDRT dan akhirnya menemukan lelaki yang mampu menjadi imam dalam keluarga.

saya juga bertemu seorang rocker yang memiliki sex apppeal teramat tinggi. siapapun yang melihatnya yakin langsung tertarik padanya. hobinya dulu merusak segala yang ada didekatnya bila sedang marah. handphone, kursi samapai gitar dan kini, ia adalah seorang ibu yang lemah lembut dan penuh kasih. hebatkan?

banyak kisah yang kami toreh di pojok utan kayu ini. kisah bunuh diri berkali-kali dimulai menjatuhklan diri dari atas ketinggian samapai minum pil kb. ada juga kisah si anak terbuang namun selalu penuh kasih pada semua. meski selalu jadi korban bully kami, ia tak pernah merasa jera dan merasa tersinggung pada bully-an kami. yah mungkin ini gara-gara urat malu dia sudah putus habis. apapun, dia selalu jadi bintang yang dirindukan sekaligus dicaci di pertemanan kami hihihi.

saya punya banyak teman dan saudara disini.

malam saya selalu menyenangkan di pojok utan kayu. mulai dari tower dengan sejuta kisahnya, selasar studio bawah lengkap dengan tukang martabak yang mengiming-imingi kami beli 10 gratis 1 tapi ketika kami sudah dapat 9 dia gak jualan lagi. belum lagi meja-meja dan kursi kedai yang jadi saksi berapa botol minuman kami habiskan dan berapa batang rokok kami hisap buat menemani kisah kami.

saya ingat di salah satu pojokannya saya juga pernah memaki-maki seorang atasan dengan nada suara tertinggi yang saya pernah keluarkan. ini gara-gara ketidakprofesionalannya. menghakimi sesuatu yang sebetulnya dia takuti sendiri.

belum lagi pohon mangga lengkap dengan penghuninya yang rajin menyambangi kami yang kerja malam. ahhh ya, studio tentunya. tempat paling nayaman buat sekedar merebahkan punggung dan meluruskan bulu mata jika kantuk tak kunjung berlalu.

ah saya rindu semua itu. rindu pada teman yang telah begitu kokohnya menjadi sandaran dan bahu buat saya menangis di kala putus hubungan cinbta dengan seseorang di masa lalu.  teman yang selalu sigap mengantarkan saya makan siang saat saya hamil dan berubah jadi vampir.

selalu menarik mendengarkan kisah mereka. selalu menarik juga untuk sekedar berbagi tawa dengan meledek kawan yang memang selalu dengan lapang dada menjadi bahan bully kami.

mengutip om lenon dan mas paul, maka inilah tempat yang punya banyak arti dan selalu saya ingat. There are places I remember all my life. And this place, definitely the one.

satu persatu dari kami memang sudah "meluluskan' diri dari sekolah ini. Some have gone and some remain. pojokan sayapun tidak lagi sama. namun, saya yakin ilmu yang saya dapat disana tidaklah akan luntur. juga pertemanan kami.

tak perlu banyak ayat. tak perlu banyak doktrin bahwa ini tempat kerja tempat untuk mencari nafkah hingga harus menyikut teman demi menaikkan pamor.

di pojokan itu saya pernah marah, menangis, dicinta, mencinta dan.....tertawa. eh di bom juga deng xixixixxi.

ahhh saya rindu pojokan saya. saya rindu bahu saya. saya rindu kalian kawan......semoga kita bisa bertemu lagi dan tetap menjadi teman samapai kapanpun.


*catatan saya buat orang-orang hebat yang dengan bangga saya sebut sebagai teman, sahabat dan saudara