Bukan cuma India yang lagi dihebohkan dengan kasus pemerkosaan.
Indonesia juga lagi ngalamin hal yang sama. Terutama setelah adanya
berita soal RI (11) yang meninggal dan dikabarkan mengalami
kekerasan seksual. Namun, ada yang berbeda apa yang terjadi di India dan
di Indonesia.
Di India, pasca meninggalnya seorang mahasiswi setelah sebelumnya ia
menjadi korban pemerkosaan, semua masyarakat India bersuara keras soal
kasus ini. Bukan hanya masyarakat biasa tapi juga para selebritis dan
juga para pejabat negara. Semua sepakat untuk mengutuk keras tragedi
ini. Enggak cukup samapai di sana, hukuman mati bagi para pemerkosa
inipun diamini semua lapisan masyarakat untuk dijatuhkan pada para
pemerkosa.
Lain di India lain pula di Indonesia.
Di Indonesia kasus pemerkosaan seolah cuma jadi berita angin lalu
saja. Kalah heboh dan hebatnya dibandingkan dengan berita nomor urut
partai politik atau mungkin juga berita kasus korupsi Hambalang. Opini
soal kasus inipun terbagi dua.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ngotot agar Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan hukuman mati bagi para pemerkosa. Di
sisi lain malahan tuntutan KPAI ini dijawab dengan becandaan ala calon
Hakim Agung.
Pernyataan ini terlontar dari mulut M. Daming Sunusi saat ditanya salah satu anggota Komisi III DPR dalam fit and proper test
calon Hakim Agung, terkait soal hukuman mati untuk pemerkosa. Pak
Daming Sunusi menolak pemberian hukuman mati untuk pemerkosa karena
menurutnya, “”Yang diperkosa dengan yang diperkosa ini sama-sama
menikmati. Jadi harus pikir-pikir terhadap hukuman mati”. Pernyataan ini , langsung mengundang gelak tawa, termasuk sejumlah anggota
Komisi III.
Apa yang dikatakan oleh calon hakim agung ini kontan saja mendapat tanggapan dari banyak kalangan.
KPAI, Komisi Yudisial (KY) dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (Kemen PP&PA) adalah lembaga-lembaga yang dengan
tegas menolak apa yang disampaikan oleh calon hakim agung tersebut.
Malahan beberapa anggota DPR juga menyatakan penolakan terhadap apa yang
diutarakan oleh Hakim Daming.
Permohonan maaf atas “bercandaan” tersebut memang keluar juga dari
mulut pak hakim. Tapi terlambat. Usai pernyataan itu terlontar, banyak
kalangan masyarakat yang mendesak agar DPR ngga meloloskan Pak Daming
jadi Hakim Agung. Bahkan Komisi Yudisial, sebagai pengawasa para hakim,
ikut memanggil Pak Daming untuk meminta keterangan terkait pernyataannya
itu.
Namun, enggak semua orang kontra dengan Hakim Daming.
Anggota Komisi III Martin Hutabarat mengatakan bisa memahami
pernyataan calon Hakim Agung Muhammad Daming Sunusi. Malahan Pak Martin
bilang hukuman mati bagi pemerkosa juga enggak perlu ada. Yang penting
adalah hukuman berat.
“Pernyataan itu dapat dipahami, sebab ada juga pemerkosaan itu
dilakukan dalam keadaan mabuk, ikut-ikutan, atau anak-anak remaja yang
tergoda oleh penampilan yang merangsang dari wanitanya dan sebagainya,”
kata anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat.
Menurut Martin perbuatan bejat (pemerkosaan) seperti itu harus
dibedakan dengan pemerkosaan yang disertai pembunuhan atau mengakibatkan
meninggalnya korban perkosaan seperti yang terjadi di India dan ramai
diberitakan minggu lalu.
Terhadap perkosaan karena mabuk, pengaruh obat dan sebagainya, Martin
setuju pendapat yang menyatakan tidak perlu dihukum mati, tapi harus
dihukum seberat-beratnya.
“Misal dihukum 20 tahun atau kalau perlu hakim berani membuat
terobosan berupa hukuman seumur hidup, Tapi tidak perlu dihukum mati,”
kata Pak Martin.
Pak Martin punya alasan kenapa kasus pemerkosaan enggak harus dihukum
mati. Katanya, kondisi kota besar kayak Jakarta banyak perempuan yang
sudah tak mementingkan keperawanan juga menjadi pertimbangan hakim untuk
memutus perkara perkosaan.
“Di banyak kota besar seperti Jakarta berdasarkan hasil survei
wanitanya hampir 50 persen sudah tidak perawan lagi. Hal ini menjadi
faktor penilaian hakim dalam memutus suatu perkara, sehingga tidak
sampai menghukum mati seorang pemerkosa yang perbuatannya hanya terbatas
perbuatan bejat, itu saja,” imbuh anggota Komisi III ini.
Hmmm…..kemarinnya dibilang kasus pemerkosaan dijadikan bahan
becandaan. Sekarang dibilang enggak masalah karena korban sudah enggak
perawan lagi. Kalau kata Sobat Teen gimana?
========
Tulisan ini dimuat di www.teenvoice.co.id
Ada hal yang enggak bisa saya tuliskan di web itu. Maklum pembacanya anak-anak. Oke sekarang waktunya.
Sumpah, saya enggak habis pikir dengan orang-orang kita. Kalian bisa menjadikan hal perkosaan sebagai bahan becandaan? Gimana rasanya kalau yang diperkosa itu anak perempuan kalian? adik kalian? apakah kalian masih bisa tertawa selapas itu?
Jika memang perempuan sudah tidak perawan lago, apa artinya dia boleh diperkosa? Dia boleh dilecehkan harga dirinya? Jika perempuan yang sudah tidak perawan itu adalah anak perempuan kalian, adik perempuan kalian atau malah ibu dan istri kalian, apakah bisa cengiran dan kata maklum itu keluar dari mulut kalian?
Ini yang disebut budaya timur nan agung? Ketika kejahatan terus terjadi pada perempuan, selalu yang kalian tuding perempuannya. Hanya karena kalian enggak bisa menyarungkan sahwat kalian lalu kalian bisa tertawa begitu saja?
lepaskan, tolong lepaskan tasbih itu dari tangan kalian. Sorban itu dari bahu kalian atau peci itu dari kepala kalian. Tolong....lepaskan!!!!