Saturday, December 3, 2016

My Way

" Islam KTP"
"Pembela kafir"
"Munafiqun"

Halahhh kata-kata itu dan teman-temannya itu sudah terlalu sering mampir di timeline saya. Dannnn sejujurnya saya sudah baal sekarangmah mungkin efek bergaul intim dengan mr rius yang sedari kecil sudah jatuh di cairan anestesi hahahah. Kalau Obelix bisa begitu gagah perkasa dan kebal senjata apapun gara-gara masa orok jatuh di cairan kekuatannya dukun Panoramic, nah kalau mr rius aka misua eikeh itu gak punya rasa. Saya sering ngeledekin itu gara-gara dia masih orok jatuh di cairan anestesi :)

Anyway back to the case

Kata-kata yang menusuk hati itu pada disematkan pada saya karena sikap saya yang tidak mau ambil bagian dari aksi yang kemarin begitu ramai, aksi yang mereka sebut sebagai aksi bela Islam.

Maafkan saya kawan. Kali ini kita berbeda jalan. #benerinmukena

Saya salut dan acungin entah berapa jempol buat aksi yang sudah dilakukan terutama aksi 2 Desember lalu (212). Tertib, damai, bersih. Terlepas dari kemudian rame jadi pro dan kontra masalah jumlah yang ikut. Buat saya gak masalah. Gak jadi soal. Yang penting adalah sukses mengumpulkan massa sedemikian banyak dan tetap berakhir damai.

Lalu apa dan kenapa dong saya gak mau ikut ambil bagian?

Gini bagi saya agama dan Tuhan itu gak perlu dibela sama sekali. At All. Tuhan itu Maha. Besar. Esa. Kuasa. Dan masih banyak keMaha-an lainnya. Ketika kita membelanya maka itu sama artinya kita mengecilkan segala ke-Maha-an nya yang sudah kita sebutkan diawal.

Gak bela Tuhan, gak bela agama berarti gak cinta dong?

Et dah memang ngejamin kalau bela pacar atau pasangan berarti lebih cinta dibanding orang lain? Yakin? Banyak loh jeng kisah para suami pacar atau pasangan yang kalau istrinya pacarnya pasangannya diledekin orang marahnya udah diubun-ubun tapi sampai di rumah si pasangannya itu dipukulin dianiaya. KDRT. Banyak loh cerita begitu. Memang menjamin kalau pasangan kita galak dan bela pati sama kita terus gak diselingkuhin? Haaa tanya eikeh cyinnn hahahaha curcollllll......

Anyway, intinya gak nyambung itu antara premis dengan konklusinya.

Ada lagi yang kemudian menghubungkannya dengan orang tua kita. Ketika orang tua kita dihina terus kita diam saja. Nah ini, logical fallacy lagi. Kan Allah itu gak sama dengan manusia. Orang tua kita itu adalah manusia yang ada kurang lebihnya. Allah? Kan tadi bilang Maha. Saya ulang ya MAHA. Artinya ada atau gak ada kita nyembah gak nyembahnya kita gak ngaruh.

Sehabis baca ini saya dibilang kafir lagi dah. Gak apa,mengutip Gus Dur (Cause yes i'm a Gus Durian), kalau dibilang kafir biarin aja tinggal baca syahadat aja kan jadi muslim lagi hahahahah.....rest in peace Gus, miss you a lot.

Kemarin saya baca apa yang dibilang Cak Nun. Beliau bilang ia gak berani menyebut dirinya muslim karena ia merasa masih banyak kewajiban dan perintah Allah yang seharusnya dilakukan tapi belum ia lakukan. Atau paling tidak belum sesempurna seharusnya. Nah, saya pun demikian.

Habis ini ada lagi yang namya agama saya apa.....hadeuh Hayati lelah banggggg...

Saya beragama Islam. Itu yang tertera di di KTP saya idan KK saya. Sejak kapan? Alhamdulillah sejak saya lahir. Lalu? Lalu seperti yang saya tulis sebelumnya saya merasa masih belum menjadi muslim yang kaffah. Belum menjadi muslim yang seharusnya. Memang muslim yang seharusnya seperti apa? Mari saya kutipkan tulisan yang membuat saya mikir dan menelaah diri sendiri. tulisan yang dibuat Hasanuddin Abdurakhman

Menjadi muslim itu berlaku adil. Adil itu tidak zalim. Salah satu ciri kezaliman adalah merampas hak orang. Muslim yang adil akan menjaga hak-haknya, pada saat yang sama ia juga menjaga hak-hak orang lain.
Ketika kita berkendara di jalan raya, kendaraan yang lebih dahulu berada dalam suatu jalur, mempunyai hak untuk jalan terlebih dahulu. Kita yang datang kemudian harus menunggu sampai hak orang terdahulu ditunaikan. Demikian seterusnya, yang datang kemudian ditunaikan haknya kemudian. Ini kita sebut antri. Orang yang menyerobot antrian adalah perampas hak orang lain. Ia tak memerankan sifat orang muslim. Ia melanggar perintah Allah untuk berlaku adil.
Menjadi muslim itu bersih. Kebersihan itu sebagian dari iman. Bila kita tak bersih, maka iman kita tak utuh. Maka orang Islam harus bersih dan menjaga kebersihan. Seorang muslim tidak akan membuang sampah sembarangan. Ia juga tak akan merokok sembarangan, karena asap rokoknya akan mengotori udara yang menjadi hak orang lain. Ia juga akan membersihkan toilet yang selesai dia pakai, agar orang lain dapat memakainya dengan nyaman.

 Itu baru sedikit. Masih banyak lagi yang kemudian menyadarkan saya dengan apa yang dibilang sama Cak Nun.

Menjadi muslim itu tepat waktu. "Tepatilah janji-janjimu," perintah Allah. Jadwal yang kita sepakati adalah sebuah perjanjian. Melanggar janji berarti melanggar perintah Allah, sekaligus merusak hubungan dengan sesama manusia. Allah mengajari kita untuk salat sesuai waktu yang telah ditentukan. Kalau kita berpuasa, kita juga wajib makan dan minum hanya pada waktu yang telah ditentukan. Kalau kita sahur terlambat 1 menit, puasa kita batal, bukan? Puasa dan salat adalah cara Allah untuk mengajari kita agar tepat waktu.
Menjadi muslim itu tidak mubazir. Segala sesuatu yang ada di sekitar kita adalah rahmat Allah yang tidak boleh kita sia-siakan. Kita diberi rahmat ini untuk kita pakai sesuai kebutuhan kita. Yang tidak kita butuhkan, janganlah dibuang dengan sia-sia. Sesungguhnya ada hak orang lain pada rahmat Allah yang tidak kita pakai. Mubazir itu menyia-nyiakan rahmat Allah, dan pelakunya adalah saudara setan.
Maka mari biasakan matikan keran yang tidak digunakan. Perbaiki keran dan pipa bila ada kebocoran. Matikan semua peralatan listrik yang tak terpakai. Matikan mesin kendaraan bisa kita sedang parkir. Biasakan memasak atau memesan makanan sesuai kebutuhan, agar tak ada sisa yang tersia-sia. Belanjalah apa yang kau butuhkan, bukan apa yang kau inginkan.
Menjadi muslim itu menjaga lingkungan. Milik Allah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Artinya semua ini hanya barang pinjaman saja. Maka kita wajib menjaganya. Gunung, hutan, sungai, laut, semuanya milik Allah. Kalau Allah itu Tuhan kita, tentu tak patut bagi kita untuk merusak dan mengotori bumiNya.

Maka ketika saya ditanya bagaimana cara saya membela Islam? Hal-hal di atas itulah yang saya lakukan. Sudah samapai mana? Wuihhhh jauh sekali kakah....jauh dari sempurna #hempasmanja

Semalam saya ngobrol sama mr rius. Dan hal pertama yang saya tanyakan pada beliau adalah apakah benar langkah saya dengan tidak ambil bagian dalam aksi? Apakah saya memang orang yang munafiq ketika melihat foto-foto aksi hati saya bukan bergetar melihat kebesaran umat Islam tapi menangis melihat kesia-siaan? Mr Rius bilang rasanya enggak. Karena saya punya pemikiran dan pemahaman yang berbeda dengan yang lain.

Bagi saya jihad bukan sekedar mengucapkan takbir sembari mengajak orang untuk membunuh. Atau mengumpat mereka yang tak sepaham. Jihad bagi saya yang notabene adalah seorang guru adalah menjadikan saya, keluarga, anak dan juga murid-murid saya seperti seharusnya muslim. Yang bagaimana sih muslim itu? Ya yang seperti Rasul. Rasul itu seperti apa? Rasul itu lemah lembut, penuh kasih sayang, jujur, terpercaya, bersih, adil dll.

Maka saya bisa pastikan itulah jalan saya membela Islam. Menjadikan saya dan lingkungan saya seperti contoh Islam sesungguhnya. Rasulullah SAW.

I ate it up and spit it out.I faced it all and I stood tall.And I did it my way.

Jika kamu, anda dia dan mereka tidak memahami itu maka bukan kewajiban saya untuk membuat anda mengerti pada pilihan saya.

No comments: