sebuah pesan hadir di komputer kerja saya. ditulis oleh mantan atasan saya. dia bilang menurut pak tedjabayu (salah satu pendiri kantor kami) ada sebuah bungkusan yang diduga bom ada di kedai. gegana sudah dipanggil. polisi juga sudah datang.
somehow saya gak terlalu menanggapi apa yang ditulisnya itu. saya yang saat itu tengah berkirim pesan pendek via komputer dengan mr rius hanya menuliskannya dengan nada riang.
saya: ada bom di kantor
mr rius: bener?
saya: beneran. tadi ada vyprestnya mba nita.
saya: ih klo beneran meladak musti cepet-cepet bikin surat wasiat nih
mr rius: huss
saya: ehh..wasiatnya yang pertama tolong ambil jam yang kemarin direparasi ya. yang ngebenerinnya udah telepon soalnya.
saya masih melanjutkan obrolan gak mutu itu dengan mr rius. saya dan beberapa orang teman bahkan sempat menjadikannya bahan tertawaan ketika kami menemukan bahwa ternyata benar benda yang kami curigai bom itu tampil di web kantor. bukan cuman itu saja. bom itu juga numpang beken di situsnya kompas.
saya dan beberapa orang rekan masih sempat buat mengupload info itu di social network kami. but somehow tak ada satupun dari kami beranjak dari kursi untuk segera menjauh dari kemungkinan meledaknya bom itu. kami masih asyik berkutat dengan entah apapun itu pekarjaan kami. saya ingat mr rius meminta saya untuk segera keluar dan pulang. tapi saya bilang engga atuh. belum ada perintah evakuasi.
dan itulah yang terjadi. sekitar jam 4 kurang saya turun untuk bertemu penyelia saya melaporkan kalau besok saya akan membawa temanteman reporter teen voice buat datang ke acranya aqua. saya turun ke kedai. kedai yang hanya berjarak 50m dari bom itu. saya lihat garis polisi sudah terpasang. sempat terpikir untuk melongok. tapi akal saya bilang jangan. ah sejak kapan saya ikutin akal ya? hehehe. jadilah saya sedikit melipir ke arah bom itu dan tiba-tiba.....duarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
kalau saya sering merasa nayawa saya turun sampai di dada setiap kali balon meletus (dan itu yang bikin saya parno sama balon) maka saat itu nyawa saya rasanya sudah sampai pusat. belum selesai rasa terkejut saya, saya melihat darah itu mengucur membasahi tanah tempat saya dan beberap teman kerap bercandaria menjelekjelekan bos kami masingmasing atau sekedar bergunjing bertukar info tentang anakanak baru yang masuk kantor yang nampaknya butuh test kejiwaan. saya melihat lengan itu hancur. saya melihat dan mendengar mereka menangis dan meringis. nyawa sayapun turun sampai di lutut.
selebihnya saya tak ingat lagi.
yang saya ingat hanyalah beberapa orang rekan sibuk menggotong badanbadan yang tadi saya lihat terkapar, meringis dan menangis itu berlalu dihadapan saya dengan wajah yang jelas menggambarkan kesakitan teramat sangat. satu persatu mereka berlalu dihadapan saya yang hanya bisa bengong dan tak tahu harus melakukan apa. saya baru tersadar saat melihat seorang rekan perempuan menangis. tidak, ia tidak terluka. ia hanya shock. sama seperti saya. nyawa saya kembali lagi terisi. otak saya kembali terisi. saya memeluknya mengatakan padanya semua akan baikbaik saja. jujur saya tak tahu apakah benar semua akan baikbaik saja. tapi saya tahu saya tak boleh lemah disaat seperti ini. rasa takut, bingung dan semuanya berubah menjadi rasa marah. saya terlalu marah pada pengecut yang berani mengirimkan kami paket mereka.
rasa marah itu juga yang kemudian membuat saya segera menelepon rumah memberitakan saya tak apaapa. saya hanya takut mereka akan tahu dari berita di tipi yang seringkali berlebihan. saya telepon mr rius dan mengatakn padanya obrolan kami di dunia maya itu ternyata kejadian. langkah selanjutnya adalah memberitakan pada keluarga yang lain.
saya tak tahu apa yang diinginkan mereka yang membuat keonaran di tempat kami. ini tempat kami bekerja. kami bekerja secara jujur disini. mencoba bertahan hidup. banyak mulut yang bergantung pada apa yang kami kerjakan disini. kami tak pernah mengambil hak orang lain disini. mungkin benar apa yang dikatakan mantan bos saya di sosial network miliknya "
Teror ditebar memang untuk menyebarkan ketakutan. Tapi kalau ini tujuan pengirim bom, sungguh ini kekeliruan besar. Kalau menyerah pada teror, maka Komunitas Utan Kayu dengan segenap isinya tak akan berumur panjang seperti sekarang. Ini tak sekadar teror untuk Ulil, atau untuk JIL. Ini adalah teror terhadap kebebasan berekspresi serta Indonesia yang berwarna. Juga teror terhadap kemanusiaan. Teror semacam ini tidak boleh membuat kita takut, gentar, runtuh, atau mundur. Komunitas Utan Kayu berdiri dengan tekad membangun kemerdekaan berpikir dan bersuara, seperti kata salah satu pendirinya, Goenawan Mohamad. Dan dengan itu pula, dengan dukungan Anda, kita bersama-sama melawan teror.
Jubir Front Pembela Islam (FPI) Munarman justru menduga bom di Utan Kayu, rekayasa. Sengaja dibentuk sedemikian rupa. Saat ini JIL dan KBR 68 H sedang kekurangan dana, dan dibuatlah peledakan agar bantuan-bantuan asing masuk ke kantong mereka.
No comments:
Post a Comment